Minggu, 03 Maret 2024

5 MOTOR SUZUKI TERLARIS

Pabrik bernama Suzuki Loom Wooks di daerah Tenjin, Hamamatsu. Berkembang dengan pesat, dia lalu membangun Suzuki Loom Manufacturing Company,Inc pada 15 Maret 1920. Dua tahun berjalan perusahaan tersebut dinobatkan sebagai perusahaan perkakas tenun terbesar di Jepang.







Motor Suzuki Satria F150 2024

Harga Suzuki Satria F150 2024 di Indonesia dimulai dari Rp 28,6 Juta. Terdapat dalam 1 varian di Indonesia. Satria F150 digerakkan oleh mesin 147.3 cc dengan transmisi 6-Kecepatan. 











Harga Suzuki Avenis 2024 di Indonesia dimulai dari Rp 30,18 Juta. Terdapat dalam 1 varian di Indonesia. Avenis digerakkan oleh mesin 124 cc dengan transmisi Variable Kecepatan. Rem depan menggunakan Disc, sedangkan di belakang Drum.








Suzuki Smash F1 hadir kembali dan dibekali dengan beberapa teknologi baru yang lebih canggih, salah satunya adalah Leap Technology. Motor ini terbilang irit BBM karena sudah menggunakan Fuel Injection. Tak hanya itu, bagasi motor Suzuki Smash F1 terbilang luas jika dibandingkan dengan motor bebek lainnya.Motor ini berkapasitas 113 cc dengan tenaga maksimum yang dihasilkan 9.25 hp/8000 rpm dan kecepatan maksimum 1000 kmph. Harga yang ditawarkan untuk motor satu ini sekitar Rp 16, 1 - 16,8 Juta.











Motor Suzuki GSX R150 2024

Suzuki GSX R150 2024 tersedia dalam rentang harga Rp 35 - 38,3 Juta di Indonesia. Terdapat dalam 2 varian di Indonesia. GSX R150 digerakkan oleh mesin 147.3 cc dengan transmisi 6-Kecepatan.










Harga Suzuki V-Strom 250 SX 2024 dimulai dari Rp 59,5 Juta untuk varian dasar Standard. Total ada 1 varian V-Strom 250 SX yang tersedia. Simak daftar harga V-Strom 250 SX 2024 di bawah untuk melihat harga OTR dan promo yang tersedia.











Selasa, 13 Februari 2024

FIKIH BAB 3

 BAB III: KONSEP IJTIHAD DAN BERMAZHAB







A. Menganalisis Ijtihad 

     1. Pengertian ijtihad Pengertian ijtihad dari bentuk kata fi’il madhi jahada artinya adalah kesungguhan atau sepenuh hati atau serius. Banyak rumusan yang diberikan mengenai definisi ijtihad menurut istilah, tetapi satu sama lainnya tidak mengandung perbedaan diantaranya adalah :
     a. Imam al-Syaukani dalam kitabnya Irsyadul al-Fuhuli memberikan definisi. Mengerahkan kemampuan dalam memperoleh hukum syar’i yang bersifat amali melalui cara istimbath. 
    b. Ibnu Subki memberikan definisi Pengerahan kemampuan seorang faqih untuk menghasilkan dugaan kuat tentang hukum syar’i.
    c. Saifuddin al-Amidi dalam bukunya Al-Ihkam, menyempurnakan dua definisi sebelum dengan penambahan kata, dalam bentuk yang dirinya merasa tidak mampu berbuat lebih daripada itu.   
    d. Definisi al-Amidi itu selengkapnya adalah, Pengerahan kemampuan dalam memperoleh dugaan kuat tentang sesuatu dari hukum syara’ dalam bentuk yang dirinya merasa tidak mampu berbuat lebih dari itu. 
    Dari menganalisis ketiga definisi di atas dan membandingkannya dapat diambil hakikat dari ijtihad itu sebagai berikut:
     1) Ijtihad adalah pengerahan daya nalar secara maksimal;
     2) Usaha ijtihad dilakukan oleh orang yang telah mencapai derajat tertentu di bidang keilmuan yang disebut faqih;
     3) Produk atau yang diperoleh dari usaha ijtihad itu adalah dugaan yang kuat tentang hukum syara’ yang bersifat amaliah;
     4) Usaha ijtihad ditempuh melalui cara-cara istimbath.






    2. Dasar hukum ijtihad dan hukum ijtihad 

    a. Dasar hukum ijtihad Ijtihad dapat dipandang sebagai salah satu metode menggali sumber hukum Islam. Yang menjadi landasan hukum untuk melakukan ijtihad, baik melalui dalil yang jelas maupun isyarat.
    b.Hukum ijtihad Secara umum hukum ijtihad itu wajib bagi seorang yang sudah mencapai tingkat faqih atau mujtahid. Jika belum mencapai kedudukan faqih maka dianjurkan bermazhab. Bertaqlid kepada orang lain tidak diperbolehkan bagi seseorang yang sudah mencapai derajat mujtahid.


    3. Perkembangan ijtihad Ijtihad berkembang mengikuti perkembangan zaman, sebagaimana diketahui, sumber hukum pada awal permulaan Islam pada masa Rasulullah Saw., yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Namun, pada masa Rasulullah Saw. ijtihad sudah mulai ada tetapi pada masa ini masih belum bervariatif, ijthad dengan berbagai variasinya mulai berkembang pada masa-masa sahabat dan tabi’in, serta masa-masa generasi selanjutnya hingga kini dan yang akan datang. Keadaan yang membuktikan bahwa pada masa Rasulullah Saw. ijtihad mulai ada yaitu adanya riwayat hadits yang berbicara tentang kisah pengutusan Mu’az Bin Jabal ke Yaman. Dalam riwayat tersebut disebutkan bahwa Rasulullah Saw.
    Wewenang untuk berijtihad yang diberikan Rasulullah Saw. kepada sahabat itu, ternyata belakangan sangat berguna untuk menjawab persoalan-persoalan yang timbul setelah wafatnya beliau. Akan tetapi, pada masa Rasulullah Saw. ijtihad yang dilakukan para sahabat selalu dikonfirmasikan hasilnya kepada beliau untuk mendapatkan pengesahan, ataupun mendapat koreksi dari Rasulullah Saw. jika ternyata hasil ijtihad mereka keliru.



    B. Menganalisis Konsep Bermazhab 

    1. Pengertian mazhab Mazhab menurut pengertian bahasa adalah pendapat, kelompok, aliran, yang bermula dari pemikiran .Menurut istilah ijtihad seseorang imam dalam memahami sesuatu hukum fikih. Pada dasarnya, mazhab-mazhab itu timbul antara lain karena perbedaan dalam memahami al-Qur’an dan al-Hadis yang tidak bersifat absolut. Perbedaanperbedaan mengenai maksud ayat-ayat zanni ad-dalalah (ayat-ayat yang pengertiannya masih dapat ditafsirkan) adalah salah satu sebab timbulnya mazhab-mazhab dan aliran-aliran dalam Islam.

    Para mujtahid yang mendapatkan pahala adalah yang benar-benar mempunyai keahlian dan memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad. Bagi mereka yang tidak memiliki keahlian melakukan ijtihad, maka haruslah taqlid atau mengikuti pendapat yang telah ditetapkan oleh para imam mazhab. Dan apabila mereka memaksakan diri untuk melakukan ijtihad, maka sama sekali tidak mendapat pahala, bahkan akan mendapat dosa, disebabkan kecerobohannya. Mujtahid yang telah memenuhi syarat-syarat berijtihad disebut mujtahid mutlak dengan menggunakan metode atau kaidah-kaidah untuk melakukan istimbath hukum lebih dikenal dengan imam mazhab. Dan orang yang mengikuti imam mazhab disebut bermazhab. Dalam fikih atau hukum, terdapat empat mazhab besar, yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Selain empat mazhab tersebut, terdapat pula mazhabmazhab lainnya yang dalam perkembangan selanjutnya tidak sebesar keempat mazhab terdahulu. Mazhab-mazhab tersebut adalah at-Tsauri, an-Nakha’i, atTabari, al-Auza’i (88-157 H), dan az-Zahiri yang didirikan oleh Dawud bin Khalaf al-Isfahani (200-270 H). Diantara mazhab-mazhab ini yang menonjol adalah mazhab az-Zahiri.

    2. Dasar hukum bermazhab Dalam hadis Nabi Muhammad Saw. sebagai berikut:
    Para ulama itu pewaris para Nabi dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham (kekayaan), sebaliknya mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya (ilmu) maka dia telah mengambil keuntungan yang banyak. (HR. Abu Dawud ) 

    Bermazhab itu sangat penting bagi seorang mukmin agar pemahaman dan praktik agamanya benar. Karena bermazhab merupakan metode untuk mengetahui hukum suatu peristiwa yang dihadapi dengan merujuknya pada fikih mazhab tertentu yang dianut atau upaya penyimpulannya dilakukan berdasarkan ushul almazhab yang dianutnya. Ulama mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali beliau telah disepakati oleh para ulama paling memiliki otoritas dan lebih dapat dipercaya dalam menafsirkan sumber hukum Islam yang utama yairu al-Qur’an dan al-Hadis, dan merekalah ulama yang diberikan kemampuan dan kewenangan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk menjelaskan kebenaran agama Islam kepada kita semua. Sesungguhnya ulama mazhab tersebut adalah pewaris ilmu dan amalan para Nabi terdahulu yang wajib kita ikuti dan hormati pendapatnya. 

    3. Klasifikasi bermazhab 

    a. Taqlid 
    1). Pengertian Taqlid 

    Taqlid mempunyai arti menurut bahasa mengikuti, meniru, membuat tiruan. Sedangkan menurut istilah taqlid adalah : Al-Ghazali memberikan definisi: Menerima ucapan tanpa hujjah. Al-Asnawi dalam kitab Nihayatul al-Ushul mengemukakan definisi: Mengambil perkataan orang lain tanpa dalil. Ibnu Subki dalam kitab Jam’ul Jawami’ merumuskan definisi: Taqlid adalah mengambil suatu perkataan tanpa mengetahui dalil.
    Dari penjelasan dan analisis tentang definisi tersebut dapat dirumuskan hakikat taqlid, yaitu: 
    a) Taqlid itu adalah beramal dengan mengikuti ucapan atau pendapat orang lain.
    b) Pendapat atau ucapan orang lain diikuti tidak bernilai hujjah 
    c) Orang yang mengikuti pendapat orang lain itu tidak mengetahui sebabsebab atau dalil-dalil dan hujjah dari pendapat yang diikutinya itu. Dari penjelasan hakikat taqlid yang merupakan kriteria dari taqlid sebagaimana disebutkan di atas dan dihubungkan pula dengan ijtihad dan mujtahid yang telah dijelaskan sebelum ini, maka terlihat ada tiga lapis umat Islam sehubungan dengan pelaksanaan hukum Islam atau syara’, yaitu:
    (1) Mujtahid, yaitu orang yang mempunyai pendapat yang dihasilkan melalui ijtihadnya sendiri, beramal dengan hasil ijtihadnya dan tidak mengikuti hasil ijtihad lainnya.ini yang disebut mujtahid muthlaq. 
    (2) Muqallid, yaitu orang yang tidak mampu menghasilkan pendapatnya sendiri, karena itu ia mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui kekuatan dan dalil dari pendapat yang diikutinya itu. 
    (3) Muttabi’, yaitu orang yang mampu menghasilkan pendapat, namun dengan cara mengikuti metode dan petunjuk yang telah dirintis oleh ulama sebelumnya. Mujtahid dalam peringkat mujtahid muntasib, mujtahid mazhab, mujtahid murajjih, dan mujtahid muwazin.


    2) Hukum bertaqlid dan ketentuan taqlid 

    a) Hukum bertaqlid Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan melarang orang Islam ikut-ikutan dalam menjalankan agama, diantaranya adalah firman Allah Swt. sebagai berikut: Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".(QS. Al-Baqarah [2]: 170)
    b) Ketentuan bertaqlid Berdasarkan firman Allah Swt. sebagai berikut: Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nahl [16] : 43)

    Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa ada isyarat dari Allah Swt. kepada manusia untuk bertaqlid. Menurut A. Hanafie yang diperbolehkan bertaqlid ialah orang awam (orang biasa) yang tidak mengerti metode ijtihad. Ia diperbolehkan mengikuti pendapat orang pandai dan mengamalkannya.









    Selasa, 06 Februari 2024

    FIKIH BAB 2

     BAB II : SUMBER HUKUM ISLAM YANG MUTTAFĂQ (DISEPAKATI) DAN MUKHTĂLĂF (TIDAK DISEPAKATI)


    A. Menganalisis Sumber Hukum Islam yang Muttafâq (Disepakati)




    1. Al-Qur’ân 

        A. Pengertian al-Qur’an

            Al-qur'an berasal dari bahasa arab yang artinya bacaan atau yang di baca. Sedangkan menurut istilah Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan dengan lafadz bahasa Arab dan maknanya dari Allah Swt. melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, ia merupakan dasar dan humber hukum utama bagi syari’at.

    Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an merupakan kalam Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan menggunakan bahasa Arab, yang penukilannya disampaikan secara mutawatir, dari generasi ke generasi, hingga sekarang ini. Penukilan secara mutawatir ini dimana al-Qur’an begitu disampaikan kepada para sahabat, maka para sahabat langsung menghafal dan menyampaikannya pula kepada orang banyak, dalam penyampaiannya tidak mungkin mereka sepakat untuk melakukan kebohongan. Dengan demikian, kebenaran dan keabsahan al-Qur’an terjamin dan terpelihara sepanjang masa serta tidak akan pernah berubah.








    a. Pokok isi kandungan al-Qur’an Isi kandungan al-Qur’an meliputi : 1) Tauhid 2) Ibadah 3) Janji dan ancaman 4) Jalan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat 5) Riwayat dan cerita (qishah umat terdahulu). 

    b. Dasar kehujjahan al-Qur’an dan kedudukan sebagai sumber hukum Islam. Sebagaimana kita ketahui al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan disampaikan kepada umat manusia adalah untuk wajib di amalkan semua perintahnya dan wajib ditinggalkan segala larangan-nya. Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama dalam Islam dan menempati kedudukan pertama dari sumber-sumber hukum Islam yang lain, ia merupakan aturan dasar yang paling tinggi. Semua sumber hukum dan ketentuan norma yang ada tidak boleh bertentangan dengan isi al-Qur’an. 

    c. Pedoman al-Qur’an dalam menetapkan hukum Pedoman al-Qur’an dalam menetapkan hukum sesuai dengan perkembangan kemampuan manusia, baik secara fisik maupun rohani. manusia selalu berawal dari kelemahan dan ketidak kemampuan.


    2. Al-Hadis 

    A. Pengertian al-Hadis Hadis menurut bahasa mempunyai beberapa pengertian, yaitu baru, dekat, atau berita.

    B. Macam-macam hadis ada tiga yaitu: 

    1) Hadis qauliyah (perkataan) Yaitu hadis-hadis yang diucapkan langsung oleh Nabi Saw. dalam berbagai kesempatan terhadap berbagai masalah, yang kemudian dinukil oleh para sahabat dalam bentuknya yang utuh seperti apa yang diucapkan Nabi Muhammad Saw. contohnya: Bahwasannya sahnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya dan seorang hanya memperoleh dari apa yang dia niatkan (HR. Bukhari Muslim).

    2) Hadis fi’liyah (perbuatan) Yaitu hadis-hadis yang berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. yang dilihat atau diketahui oleh para sahabat, kemudian disampaikan kepada orang lain. Contohnya: Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat (HR. Bukhari Muslim).

    3) Hadis taqririyah (ketetapan) Yaitu perbuatan dan ucapan para sahabat yang dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi Saw, tetapi beliau mendiamkan dan tidak menolaknya. Sikap diam Muhammad Nabi Saw. tersebut dipandang sebagai persetujuan. Contohnya: Maaf, berhubung binatang tersebut tidak terdapat di daerah kaumku, aku merasa jijik kepadanya. Khalid berkata: kemudian aku memotongnya dan memakannya sementara Rasulullah Saw. cuma memandang kepadaku (HR. Bukhari Muslim).









    Selasa, 30 Januari 2024

    PENGERTIAN FIKIH BAB 1







    1. Pengertian Fikih Kata “fikih” ditinjau dari segi bahasa berasal dari kata kerja dasar bahasa Arab فقها - يفقه - فقه yang memiliki beberapa arti, yaitu; “memahami secara mendalam, mengerti, dan ahli”. Paham di sini maksudnya adalah paham dan mengerti maksud yang dibicarakan. Adapun “fikih” ditinjau dari segi istilah, dikutip sebagaimana pendapat Abdul Wahab Khalaf. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa fikih itu berkaitan dengan berbagai ketentuan hukum syara’, baik yang telah ditetapkan langsung oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya di dalam al-Qur’an dan al-Hadits maupun berbagai ketetapan maupun hukum syara’ yang ditetapkan oleh para ahli fikih atau mujtahid dari masa ke masa. Sedangkan yang dimaksud dengan ketentuan hukum syara’ adalah ketentuan hukum yang terkait dengan perbuatan manusia dari berbagai aspek kehidupan. Dengan kata lain, hukum syara’ adalah sejumlah ketentuan hukum yang mengatur semua perbuatan manusia yang meliputi nilai dan ukurannya, namun ia tidak mencakup persoalan yang berhubungan dengan aqidah. Dalam pada itu, hukum syara’ haruslah didasarkan pada dalil-dalil yang terperinci yang dijadikan pijakan dan merupakan sumber pembentukan hukum syara’.
    2, Obyek Pembahasan Ilmu Fikih Ilmu fikih merupakan cabang (furu’) dari ilmu ushul fikih. Yang menjadi obyek pembahasan dari ilmu fikih adalah perbuatan mukallaf dan nilai-nilai hukum yang berkaitan erat dengan perbuatan tersebut. Dapat dikatakan pula bahwa perbuatan seorang mukallaf itu berkaitan erat dengan taklif syar’i yang menjadi beban seorang mukallaf dalam berbagai aspek kehidupannya. Berbagai aspek kehidupan mukallaf meliputi aspek; p, mu’amalah dan jinayah. Aspek ibadah menyangkut hubungan vertikal antara manusia dengan Allah Swt. dan juga menyangkut segala persoalan yang berkaitan erat dengan urusan mendekatkan diri kepada Allah Swt. seperti sholat, puasa, zakat dan haji serta berbagai bentuk amal kebaikan yang lainnya. Dari sini pula muncul istilah ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang memiliki syarat dan rukun yang ditentukan oleh syari’at dan pelaksanaannya dijelaskan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang sifat, bentuk, kaifiat dan waktunya tidak dijelaskan secara rinci, namun al-Qur’an dan al-Hadits hanya memberikan dorongan atau motivasi yang tinggi agar manusia berkeinginan yang tinggi mengerjakan kebajikan dan amal shaleh dalam berbagai hal dan kesempatan semata hanya mengharapkan ridlo Allah Swt. seperti saling tolongmenolong dalam berbuat kebaikan, mencari ilmu, meringankan beban sesama yang terkena musibah, dan lain sebagainya. Ibadah ini merupakan kewajiban manusia sebagai hamba Allah Swt. dan sekaligus merupakan bentuk pengabdian diri manusia sebagai hamba Allah Swt. yang beriman dan bertaqwa
    3, Tujuan Mempelajari Fikih Tujuan mempelajari fikih adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Abdul Wahab Khalaf adalah terkait dengan penerapan hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan ataupun perkataan seseorang. Dan fikih merupakan rujukan bagi para hakim dalam menetapkan dan memutuskan serta menerapkan hukum yang berkenaan dengan perbuatan dan perkataan seseorang. sebagai rujukan bagi setiap orang untuk mengetahui hukum syara’ yang berkenaan dengan perbuatan dan perkataan seseorang. Kemudian dengan mempelajari fikih manusia akan mengetahui mana yang halal dan mana yang haram, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Kesemuanya itu merupakan kebutuhan manusia agar tercipta kemaslahatan dalam hidup dan kehidupan manusia baik di dunia maupun nanti di akhirat. 









    Selasa, 31 Oktober 2023

    KARTUN YANG ANDA SUKAI

     

    https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSe2vRFcJ7aFleLnVFQ8kY5BP4_JhzFbKq96UKr95QDP9gUgAg/viewform?usp=sf_link

    Profile Riwayat Hidup

      https://sg.docworkspace.com/d/sIDm4r6rFAYDFp68G?sa=e1&st=0t